Bosnia-Herzegovina
adalah salah satu negara kecil di Semenanjung Balkan, Eropa bagian
Tenggara. Luas wilayahnya hanya 51.233 km persegi (sedikit lebih luas
dari Propinsi Jawa Timur). Islam masuk ke kawasan Balkan (termasuk
Bosnia) sekitar tahun 1389, ketika wilayah Balkan ada di bawah kekuasaan
Turki Utsmani antara abad XII hingga akhir abad XIX.
Pada tahun 1918, Bosnia menjadi wilayah Yugoslavia. Akhir Perang Dunia ke II menempatkan rezim komunis di puncak kekuasaan Yugoslavia. Mulai saat itulah umat Islam Bosnia mengalami sekularisasi yang kuat, hingga sebagian besar kaum muslimin Bosnia melupakan agamanya meskipun masih mengaku beragama Islam.
Keruntuhan komunis di Uni Soviet membawa efek yang serupa pada Yugoslavia yang merupakan negara satelit Uni Soviet. Runtuhnya sistem komunis pada akhir 1988 menyebabkan Yugoslavia terpecah menjadi enam negara, yaitu Serbia, Kroasia, Bosnia, Macedonia, Slovenia dan Montenegro.
Awalnya, Slovenia dan Kroasia menyatakan memisahkan diri dari Yugoslavia dan menjadi negara berdaulat. Selepas itu, Yugoslavia menjadi negara yang senantiasa berubah, baik wilayahnya maupun populasinya. Menyusul Slovenia dan Kroasia, Bosnia melalui referendum tahun 1992 pun menyatakan pemisahan diri dari Yugoslavia dan menjadi negara berdaulat dipimpin Presiden Alija Izatbigovic. Inilah yang memicu
pembantaian rakyat Muslim Bosnia oleh bangsa Serbia pimpinan Slobodan Milosevic pada 1992.
Serbia berupaya mempertahankan kesatuan Yugoslavia. Etnis Serbia yang umumnya bergama Kristen Ortodox ini ingin mendominasi pemerintahan, militer dan administrasi negara. Di Serbia terdapat sekitar 6 juta etnis Serbia, sedangkan di Bosnia 1,36 juta jiwa dan di Kroasia 0,5 juta jiwa. Milosevic berobsesi mewujudkan Negara Serbia Raya yang bersifat monoetnis, maka ia menentang habis-habisan berdirinya Bosnia Herzegovina yang mayoritas Muslim dengan melakukan pembersihan etnis non-Serbia dan merebut wilayah dari Bosnia dan Kroasia.
Negara Bosnia yang dideklarasikan pada tahun 1992 merupakan negara multietnis berpenduduk 4,3 juta jiwa, dengan komposisi 43,7% etnis Bosnia (90% muslim), 31,3% etnis Serbia/Serbia- Bosnia (93% beragama Kristen Ortodox), 17,3% etnis Kroasia/ Kroasia- Bosnia (88% beragama Katolik Roma) dan etnis lainnya 5,5%.
Pada awal terjadinya perang di tahun 1992, warga negara Bosnia yang terdiri atas etnis Bosnia dan etnis Kroasia bersama-sama menghadapi serangan tentara Serbia. Namun ketika keadaan Bosnia mencapai titik kritis, dimana
sekitar 70% wilayah Bosnia direbut oleh Serbia, etnis Kroasia di Bosnia dibantu Negara Kroasia berkhianat dan berusaha merebut wilayah Bosnia yang tersisa (30%). Akibatnya Kroasia berhasil menguasai 20% wilayah Bosnia, sementara warga muslim Bosnia hanya menguasai 10% wilayahnya.
Tindakan ini menjadikan muslim Bosnia terjepit oleh serangan dua musuh sekaligus. Ironisnya, dalam keadaan seperti ini PBB dan negara-negara Barat bersikeras mempertahankan embargo senjata pada muslim Bosnia. Mereka menutup mata terhadap pembantaian besar-besaran yang terjadi di depan mata mereka. Adalah merupakan bukti nyata bahwa PBB juga memusuhi Islam, walaupun omonganya semanis madu tapi hatinya sepahit empedu.
Dalam langkah majunya menguasai wilayah Bosnia, pasukan Serbia melakukan pembantaian massal pada muslim Bosnia. Mereka yang beruntung masih hidup dipaksa meninggalkan tempat tinggalnya. Sejarah mencatat perang ini ditandai dengan pemerkosaan terhadap para wanita Islam dilakukan secara massal dan sistematis. Bayi-bayi hasil perkosaan tentara Serbia akan dianggap warga etnis Serbia. Dengan demikian, kelak Serbia dapat mengklaim sebagai etnis mayoritas di wilayah-wilayah yang didudukinya. Serangan Serbia (yang kemudian dibantu oleh Kroasia) terhadap muslim Bosnia telah menyebabkan tragedi kemanusiaan yang terbesar di Eropa sejak Perang Dunia kedua.
Pecahnya perang di Bosnia tidak luput dari perhatian para mujahidin yang baru saja berhasil menjatuhkan pemerintahan komunis di Kabul. Lima orang mujahidin dari Afghanistan segera bertolak ke Bosnia mengecek kondisi yang sebenarnya. Salah satu dari mereka adalah Syeikh Abu Abdul Aziz. Beliau adalah salah satu pemuda yang sejak awal bergabung dalam jihad Afghan karena seruan Syeikh Abdullah Azzam, semoga Allah menerima syahid beliau.
Temuan para utusan tersebut di lapangan membenarkan terjadinya pembantaian
terhadap kaum muslimin di Bosnia.
Maka mulailah para mujahidin dari seluruh dunia mengalir masuk ke Bosnia. Mereka ditempatkan dalam satu batalion yang khusus terdiri atas mujahidin non Bosnia. Mereka datang dari seluruh dunia, bahkan sebenarnya para mujahid Arab adalah minoritas, menurut Syeikh Abu Abdul Aziz. Batalion itu dinamai Katibat al-Mujahidin (Batalion
Mujahidin), atau Odred El-Mudzahidin dalam bahasa Bosnia. Batalion tersebut merupakan
bagian dari Angkatan Bersenjata Bosnia, yaitu Batalion ke-Tujuh (SEDMI KORPUS, ARMIJA REPUBLIKE BH) Angkatan Darat Bosnia
Krisis yang terjadi akibat serangan Serbia dan Kroasia, ditambah kehadiran para mujahidin asing yang ikhlas mengingatkan rakyat Bosnia akan agama yang telah mereka tinggalkan selama ini. Semangat muslim Bosnia untuk kembali pada Islam semakin besar. Masjid- masjid mulai dipenuhi jamaah. Jilbab semakin banyak dikenakan para muslimah Bosnia. Majelis-majelis ilmu dan tahfiz Qur’an mulai bermunculan kembali.
Dengan pertolongan Allah, melalui perjuangan rakyat Bosnia dan mujahidin asing, lambat laun keadaan mulai berubah. Kepada tentara muslim Bosnia, mujahidin asing berbagi taktik dan strategi untuk mengalahkan musuh yang memiliki persenjataan yang lebih kuat, hasil pengalaman perang sebelas tahun di Afghanistan. Angkatan Bersenjata Bosnia dan mujahidin asing tidak lagi bertahan. Mereka melancarkan berbagai operasi penyerangan untuk merebut daerah-daerah strategis di Bosnia. Daerah-daerah yang dikuasai oleh pasukan Serbia, satu per satu berhasil direbut kembali.
Khawatir dengan tekanan balik dari pasukan muslim, negara-negara Barat segera mensponsori perundingan damai. Berbagai bentuk tekanan diberikan kepada ketiga pihak yang bertikai, agar mereka dapat menghentikan perang dan berunding. Pada tahun 1994 Kroasia menandatangani perjanjian damai dengan Bosnia dan bersama-sama mendirikan Federasi Bosnia.
Saat muslim Bosnia berhasil menguasai kembali 51% wilayahnya, di bawah tekanan politik negara-negara Barat dan krisis ekonomi yang mencekik, pemerintah Bosnia terpaksa menandatangani Perjanjian Dayton di Paris pada Desember 1995. Wilayah Bosnia dipecah menjadi dua negara bagian, yaitu Federasi Bosnia (berisikan warga etnis Bosnia dan Kroasia) dengan luas wilayah 51% dan Republik Serbska (berisikan warga etnis Serbia) dengan luas wilayah 49%
Maka berakhirlah perang yang telah membawa begitu banyak korban : diperkirakan antara 100.000 hingga 200.000 ribu orang telah tewas (sekitar 69% korban tewas adalah muslim Bosnia), lebih dari 40.000 wanita diperkosa, dan 1,8 juta orang terpaksa mengungsi.
Pada tahun 1918, Bosnia menjadi wilayah Yugoslavia. Akhir Perang Dunia ke II menempatkan rezim komunis di puncak kekuasaan Yugoslavia. Mulai saat itulah umat Islam Bosnia mengalami sekularisasi yang kuat, hingga sebagian besar kaum muslimin Bosnia melupakan agamanya meskipun masih mengaku beragama Islam.
Keruntuhan komunis di Uni Soviet membawa efek yang serupa pada Yugoslavia yang merupakan negara satelit Uni Soviet. Runtuhnya sistem komunis pada akhir 1988 menyebabkan Yugoslavia terpecah menjadi enam negara, yaitu Serbia, Kroasia, Bosnia, Macedonia, Slovenia dan Montenegro.
Awalnya, Slovenia dan Kroasia menyatakan memisahkan diri dari Yugoslavia dan menjadi negara berdaulat. Selepas itu, Yugoslavia menjadi negara yang senantiasa berubah, baik wilayahnya maupun populasinya. Menyusul Slovenia dan Kroasia, Bosnia melalui referendum tahun 1992 pun menyatakan pemisahan diri dari Yugoslavia dan menjadi negara berdaulat dipimpin Presiden Alija Izatbigovic. Inilah yang memicu
pembantaian rakyat Muslim Bosnia oleh bangsa Serbia pimpinan Slobodan Milosevic pada 1992.
Serbia berupaya mempertahankan kesatuan Yugoslavia. Etnis Serbia yang umumnya bergama Kristen Ortodox ini ingin mendominasi pemerintahan, militer dan administrasi negara. Di Serbia terdapat sekitar 6 juta etnis Serbia, sedangkan di Bosnia 1,36 juta jiwa dan di Kroasia 0,5 juta jiwa. Milosevic berobsesi mewujudkan Negara Serbia Raya yang bersifat monoetnis, maka ia menentang habis-habisan berdirinya Bosnia Herzegovina yang mayoritas Muslim dengan melakukan pembersihan etnis non-Serbia dan merebut wilayah dari Bosnia dan Kroasia.
Negara Bosnia yang dideklarasikan pada tahun 1992 merupakan negara multietnis berpenduduk 4,3 juta jiwa, dengan komposisi 43,7% etnis Bosnia (90% muslim), 31,3% etnis Serbia/Serbia- Bosnia (93% beragama Kristen Ortodox), 17,3% etnis Kroasia/ Kroasia- Bosnia (88% beragama Katolik Roma) dan etnis lainnya 5,5%.
Pada awal terjadinya perang di tahun 1992, warga negara Bosnia yang terdiri atas etnis Bosnia dan etnis Kroasia bersama-sama menghadapi serangan tentara Serbia. Namun ketika keadaan Bosnia mencapai titik kritis, dimana
sekitar 70% wilayah Bosnia direbut oleh Serbia, etnis Kroasia di Bosnia dibantu Negara Kroasia berkhianat dan berusaha merebut wilayah Bosnia yang tersisa (30%). Akibatnya Kroasia berhasil menguasai 20% wilayah Bosnia, sementara warga muslim Bosnia hanya menguasai 10% wilayahnya.
Tindakan ini menjadikan muslim Bosnia terjepit oleh serangan dua musuh sekaligus. Ironisnya, dalam keadaan seperti ini PBB dan negara-negara Barat bersikeras mempertahankan embargo senjata pada muslim Bosnia. Mereka menutup mata terhadap pembantaian besar-besaran yang terjadi di depan mata mereka. Adalah merupakan bukti nyata bahwa PBB juga memusuhi Islam, walaupun omonganya semanis madu tapi hatinya sepahit empedu.
Dalam langkah majunya menguasai wilayah Bosnia, pasukan Serbia melakukan pembantaian massal pada muslim Bosnia. Mereka yang beruntung masih hidup dipaksa meninggalkan tempat tinggalnya. Sejarah mencatat perang ini ditandai dengan pemerkosaan terhadap para wanita Islam dilakukan secara massal dan sistematis. Bayi-bayi hasil perkosaan tentara Serbia akan dianggap warga etnis Serbia. Dengan demikian, kelak Serbia dapat mengklaim sebagai etnis mayoritas di wilayah-wilayah yang didudukinya. Serangan Serbia (yang kemudian dibantu oleh Kroasia) terhadap muslim Bosnia telah menyebabkan tragedi kemanusiaan yang terbesar di Eropa sejak Perang Dunia kedua.
Pecahnya perang di Bosnia tidak luput dari perhatian para mujahidin yang baru saja berhasil menjatuhkan pemerintahan komunis di Kabul. Lima orang mujahidin dari Afghanistan segera bertolak ke Bosnia mengecek kondisi yang sebenarnya. Salah satu dari mereka adalah Syeikh Abu Abdul Aziz. Beliau adalah salah satu pemuda yang sejak awal bergabung dalam jihad Afghan karena seruan Syeikh Abdullah Azzam, semoga Allah menerima syahid beliau.
Temuan para utusan tersebut di lapangan membenarkan terjadinya pembantaian
terhadap kaum muslimin di Bosnia.
Maka mulailah para mujahidin dari seluruh dunia mengalir masuk ke Bosnia. Mereka ditempatkan dalam satu batalion yang khusus terdiri atas mujahidin non Bosnia. Mereka datang dari seluruh dunia, bahkan sebenarnya para mujahid Arab adalah minoritas, menurut Syeikh Abu Abdul Aziz. Batalion itu dinamai Katibat al-Mujahidin (Batalion
Mujahidin), atau Odred El-Mudzahidin dalam bahasa Bosnia. Batalion tersebut merupakan
bagian dari Angkatan Bersenjata Bosnia, yaitu Batalion ke-Tujuh (SEDMI KORPUS, ARMIJA REPUBLIKE BH) Angkatan Darat Bosnia
Krisis yang terjadi akibat serangan Serbia dan Kroasia, ditambah kehadiran para mujahidin asing yang ikhlas mengingatkan rakyat Bosnia akan agama yang telah mereka tinggalkan selama ini. Semangat muslim Bosnia untuk kembali pada Islam semakin besar. Masjid- masjid mulai dipenuhi jamaah. Jilbab semakin banyak dikenakan para muslimah Bosnia. Majelis-majelis ilmu dan tahfiz Qur’an mulai bermunculan kembali.
Dengan pertolongan Allah, melalui perjuangan rakyat Bosnia dan mujahidin asing, lambat laun keadaan mulai berubah. Kepada tentara muslim Bosnia, mujahidin asing berbagi taktik dan strategi untuk mengalahkan musuh yang memiliki persenjataan yang lebih kuat, hasil pengalaman perang sebelas tahun di Afghanistan. Angkatan Bersenjata Bosnia dan mujahidin asing tidak lagi bertahan. Mereka melancarkan berbagai operasi penyerangan untuk merebut daerah-daerah strategis di Bosnia. Daerah-daerah yang dikuasai oleh pasukan Serbia, satu per satu berhasil direbut kembali.
Khawatir dengan tekanan balik dari pasukan muslim, negara-negara Barat segera mensponsori perundingan damai. Berbagai bentuk tekanan diberikan kepada ketiga pihak yang bertikai, agar mereka dapat menghentikan perang dan berunding. Pada tahun 1994 Kroasia menandatangani perjanjian damai dengan Bosnia dan bersama-sama mendirikan Federasi Bosnia.
Saat muslim Bosnia berhasil menguasai kembali 51% wilayahnya, di bawah tekanan politik negara-negara Barat dan krisis ekonomi yang mencekik, pemerintah Bosnia terpaksa menandatangani Perjanjian Dayton di Paris pada Desember 1995. Wilayah Bosnia dipecah menjadi dua negara bagian, yaitu Federasi Bosnia (berisikan warga etnis Bosnia dan Kroasia) dengan luas wilayah 51% dan Republik Serbska (berisikan warga etnis Serbia) dengan luas wilayah 49%
Maka berakhirlah perang yang telah membawa begitu banyak korban : diperkirakan antara 100.000 hingga 200.000 ribu orang telah tewas (sekitar 69% korban tewas adalah muslim Bosnia), lebih dari 40.000 wanita diperkosa, dan 1,8 juta orang terpaksa mengungsi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar